Langsung ke konten utama

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF

MODEL PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF

1. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
1.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)
            Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).
            Sanjaya (2009: 255) menjelaskan  bahwa:  “CTL  adalah  strategi  pembelajaran  yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.            
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang bertujuan  membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan 
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
1. Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa”  memperhatikan  dan  menerimanya,  sehingga  tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
2. Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
3. Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
4. Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
1.2. Komponen Model Pembelajaran Kontekstual

Komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu:

1.      Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini, seorang guru perlu mempelajari pengalaman hidup dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar yang memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut.

2.         Inquiry (Menemukan)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Inkuiri merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, dalam proses ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk memperoleh seperangkat pengetahuan. Untuk merealisasikan komponen inkuiri di kelas, terutama dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal siswa, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Siklus inkuiri pada umumnya meliputi: observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hypothesis), pengumpulan data (collecting data), dan penyimpulan (conclusion).

3) Quistioning (bertanya)
Quistioning (bertanya)  adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari.
4) Learning Community (masyarakat belajar)
Learning Community (masyarakat belajar) adalah kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu antar teman.
5) Modelling  (pemodelan)
Modelling  (pemodelan)   adalah  kegiatan  belajar  yang  bisa menunjukkan model yang bisa di pakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoprasikan sesuatu.
6) Reflection (refleksi atau umpan balik)
Reflection (refleksi atau umpan balik) adalah kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk Tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, mengkonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa.
7) Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
adalah kegiatan belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa  melalui  kegiatan-kegiatan  nyata  ketika  pembelajaran berlangsung.

1.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual

Kelebihan


v  Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
v  Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
v  Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
v  Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
v  Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
v  Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
v  Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

Kelemahan

Y  Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
Y  Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
Y  Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
Y  Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
Y  Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
Y  Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
Y  Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
Y  Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan

2. Model Pembelajaran Kolaboratif
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kolaboratif
            Pembelajaran Kolaboratif atau Collaborative Learning adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama. Gokhale (1995) mendefinisikan pembelajaran kolaboratif sebagai pembelajaran yang menempatkan siswa dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam bekerja bersama dalam suatu kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik bersama. Setiap siswa dalam suatu kelompok bertanggung jawab terhadap sesama anggota kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif, siswa berbagi peran, tugas, dan tanggung jawab guna mencapai kesuksesan bersama.
            Pembelajaran kolaboratif dapat menumbuhkan berbagai sikap positif pada siswa, seperti melatih siswa untuk menghargai keberagaman dan sekaligus melatih siswa untuk memahami perbedaan individu. Dalam pembelajaran kolaboratif, siswa belajar dan bekerja dengan orang dengan karakteristik yang berbeda dan mempunyai perspektif yang berbeda pula. Selain itu, berdiskusi dalam kelompok kecil memungkinkan setiap siswa untuk mengekspresikan ide-idenya. Hal yang demikian tidak terjadi dalam kelas klasikal. Pembelajaran kolaboratif juga dapat menumbuhkan kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Kemampuan yang demikian sangat diperlukan oleh siswa dalam lingkungan pergaulan manapun.
2.2 Karakteristik Pembelajaran Kolaboratif
            Menurut Klemm (Feng Chun, 2006), terdapat beberapa karakteristik pembelajaran
kolaboratif, yakni:
1. Ketergantungan positif
Ketergantungan yang positif antarsiswa dalam suatu kelompok menjadi prasyarat terjadinya kerja sama yang positif. Ketergantungan positif akan terjadi jika setiap anggota kelompok menyadari bahwa seseorang tidak dapat berhasil tanpa melibatkan keberhasilan anggota lainnya. Untuk mencapai hal ini, tujuan kelompok harus dikomunikasikan kepada semua anggota, sehingga mereka meyakini bahwa mereka akan dapat “berenang” bersama. Menurut Klemm (Feng Chun, 2006), terdapat beberapa ciri adanya ketergantungan positif pada suatu kelompok, yakni: (1) setiap anggota kelompok berusaha untuk mencapai kesuksesan bersama, (2) setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi yang unik (spesifik) dan memiliki peran yang berbeda, tetapi peran itu harus mendukung pencapaian tujuan  kelompok.  Peran-peran  itu  di  antaranya  adalah:  (a)  membaca  dan menginterpretasikan suatu materi atau masalah (b) mendorong dan memotivasi semua anggota untuk berpartisipasi dalam diskusi, dan (c) merangkum temuan atau kesepakatan kelompok (hasil diskusi).
2. Interaksi
Interaksi antaranggota kelompok menjadi demikian penting karena terdapat aktivitas- aktivitas kognitif penting dan kecakapan interpersonal yang dinamis hanya terjadi jika terdapat interaksi yang dinamis. Aktivitas kognitif dan kecakapan interpersonal yang dinamis itu dapat dicapai melalui berbagai aktivitas seperti mempresentasikan hasil diskusi, berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain, dan mengecek pemahaman. Adanya interaksi antaranggota kelompok memungkinkan terwujudnya sistem dukungan akademik, yakni setiap anggota mepunyai komitmen untuk membantu anggota kelompok lain.
3. Pertanggungjawaban individu dan kelompok
Dalam pembelajaran kolaboratif, tidak hanya keberhasilan kelompok saja yang menjadi perhatian, namun keberhasilan setiap anggota kelompok sangat dipentingkan. Pembelajaran kolaboratif juga dimaksudkan untuk membuat siswa kuat secara individual. Kelompok harus bertanggung jawab dalam hal pencapaian tujuan dan masing-masing anggota kelompok harus bertanggungjawab terhadap kontribusinya dalam kelompok. Pertanggungjawaban individu hanya akan terjadi jika kinerja tiap individu dinilai dan hasilnya diberikan kembali ke kelompok dan individu yang bersangkutan guna memastikan anggota yang memerlukan bantuan, dukungan, atau penguatan belajar.
4. Pengembangan kecakapan interpersonal
Kelompok kolaboratif berbeda dengan belajar secara individual atau pembelajaran kelompok yang lebih bersifat kompetitif. Selain kecakapan akademik yang hendak dicapai, terdapat kecakapan penting yang hendak dipesankan melalui aktivitas pembelajaran kolaboratif, yakni kecakapan sosial. Perlu disadari bahwa kecakapan sosial tidak secara spontan tampak ketika pembelajaran kolaboratif dilaksanakan. Kecakapan sosial seperti kepemimpinan (leadership), kemampuan membuat keputusan, membangun kepercayaan, berkomunikasi, dan managemen konflik diharapkan dapat terbetuk melalui pembelajaran kolaboratif yang kontinu dan berkesinambungan.
5. Pembentukan kelompok heterogen
Pembentukan kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan agar setiap anggota dapat berdiskusi sehingga mencapai tujuan mereka dan membangun hubungan kerja yang efektif. Dalam pembentukan kelompok perlu dideskripsikan tugas setiap anggota kelompok. Terdapat beberapa prinsip dalam pembentukan kelompok kolaboratif, diantaranya perlunya mengakomodasi heterogenitas siswa, seperti mengkombinasikan siswa yang pendiam dengan siswa yang relatif mudah berkomunikasi, siswa yang rendah diri dan optimistis, siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan rendah diri. Pembentukan kelompok juga perlu memperhatikan kebiasaan bekerja, etnik, dan gender. Tidak terdapat ketentuan secara pasti tentang berapa besar suatu kelompok dibentuk. Kelompok yang terlalu besar akan kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, sedangkan kelompok yang terlalu kecil juga kurang memungkinkan adanya dinamisasi. Secara umum ukuran kelompok yang baik adalah 4 atau 5 siswa.
6. Berbagi pengetahuan antara guru dan siswa
Pada pembelajaran tradisional, diyakini pengetahuan mengalir hanya dari guru ke siswa. Tidak demikian halnya pada pembelajaran kolaboratif. Dalam pembelajaran kolaboratif, guru menghargai dan mengembangkan pembelajaran berdasarkan pengetahuan, pengalaman pribadi, strategi, dan budaya yang dibawa siswa. Ketika siswa mengetahui bahwa pengalaman, pengetahuan, dan strategi penyelesaian masalah mereka dihargai dan digunakan, mereka akan termotivasi untuk mendengarkan dan belajar dalam cara baru dan lebih dapat membuat hubungan antara pengetahuan “pribadi” dan pengetahuan “sekolah”.
7. Berbagi otoritas antara guru dan siswa
Pada pembelajaran tradisional, menetapkan tujuan pembelajaran, mendesain tugas-tugas belajar, dan menilai (mengevaluasi) apa yang telah dipelajari siswa menjadi otoritas guru secara dominan. Tidak demikian halnya pada pembelajaran kolaboratif. Dalam kelas kolaboratif, guru berbagi oritas dengan siswa dengan cara yang spesifik. Guru melibatkan siswa secara aktif dalam penetapan tujuan belajar, pendesaian tugas-tugas, dan evaluasi ketercapaian tujuan belajar.
8. Guru sebagai mediator
Dalam pembelajaran kolaboratif, guru berperan sebagai mediator. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, membantu siswa menggambarkan mengenai apa yang harus dikerjakan ketika mereka mengalami masalah, dan membantu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kolaboratif
Kelebihan
1.      Siswa belajar bermusyawarah
2.      Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
3.      Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
4.      Dapat memupuk rasa kerja sama
5.      Adanya persaingan yang sehat
Kelemahan
1.      Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
2.      Membutuhkan waktu cukup banyak.
3.      Adanya sifat‑sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
4.      Kebulatan atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai.
 Agar ilmu yang didapat semakin sempurna, maka penulis akan bertanya kepada pembaca,
  1.   Dalam implementasi Kurikulum 2013, diantara kedua model pembelajaran diatas  manakah yang paling efektif dan efisien digunakan ?

    2.   Apa yang akan anda lakukan jika dalam implementasi model pembelajaran masih ada siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran ?

Komentar

  1. saya akan mencoba menjawab pertannyaan no 1, kalau menurut saya yang efektif digunakan dalam proses pembelajaran untuk siswa yang tidak aktif dalam implementasi k.13 yaitu model pembelajaran CTL , karena didalam pembelajaran CTL terdapat Inquiry yg dimana inquiry tersebut mengedepankan beberapa hal yaitu :
    1. Keterampilan berpikir kritis dan berpikir dedukatif sangat diperlukan pada waktu mengumpulkan evidensi yang dihubungkan dengan hipotesis yang telah dirumuskan oleh kelompok 2. Keuntungan para siswa dari pengalaman-pengalaman kelompok di mana mereka berkomunikasi, berbagai tanggung jawab dan bersama-sama mencari pengetahuan. 3. Kegiatan-kegiatan belajar yang disajikan dalam semangat berbagi inquri menambah motivasi dan memajukan partisipasi aktif
    dan didalam k.13 menuntut beberapa hal tersebut, trimakasih itu menurut saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih saudara Boeth Ardiansyah atas jawabannya. Sangat menginspirasi untuk dilakukan dalam pembelajaran dan untuk dipelajari lebih kedepannya sehingga pembelajaran sains nantinya mengesankan bagi siswa dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

      Hapus
  2. 2. Menurut pendapat saya jika dalam proses pembelajaran terdapat siswa yang tidak aktif (pasif) gurulah yang bertugas untuk menarik minat siswa agar dapat ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh guru yaitu seperti memberikan pertanyaan, meningkatkan minat siswa dengan menyediakan media pembelajaran yang menarik, memberikan motivasi kepada siswa agar terdorong ikut serta dalam proses pembelajaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih jawabannya saudari della wirsal, menambah wawasan dan keinginan saya untuk terus meningkatkan semangat belajar siswa

      Hapus
  3. sebagai seorang guru setelah proses belajar mengajar guru selalu mengevaluasi akan model yang telah diterapkan dikelas dengan keaktivan belajar siswa, jika setelah diterapkan salah satu model tersebut tetapi masih tidak efesien artinya kita bisa mengganti model yang lebih tepat, karna tidak semua model cocok untuk materi tertentu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saudari Renny , terimakasih untuk jawaban anda. Semoga kita sebagai guru nantinya selalu bisa innovatif dan kreatif untuk menggunakan model - model pembelajaran di kelas. Sehingga pelajaran kita akan menyenangkan

      Hapus
  4. Terimakasih atas ulasannya, sangat berguna untuk menambah wawasan mengenai kedua model ini. Terkait pertanyaan pertama penulis,menurut saya kedua model ini baik digunakan dalam pembelajaran. Tinggal tergantung materi apa yg di ajarkan. Dari langkah2 Kedua model ini bs d terapkan dalam pengajaran kurikulum 2013 dimana siswa bs lebih aktif dalam pbm.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik, terima kasih tanggapannya saudari Ranti . Semoga kita bisa mengimplementasikan model ini dengan baik kedepannya.

      Hapus
  5. Stlah dibaca menurut saya model mana yg baik digunakan dlm K13 ya tegantung pada materi dan kondisi tp model kontekstual langkah" nya hampir sma dgn penerapan K13

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih tanggapannya saudara Arfah, karna saya kira juga di kurikulum 13 sangat mengedepankan pembelajaran yang sesuai dengan kedua model diatas

      Hapus
  6. Terimakasih atas uraian yang telah diberikan, menurut saya efektif dan efisien suatu model pembelajaran tergantung dari kesesuaian materi yang dipelajari karena setiap model pembelajaran ada kelebihan dan kelemahannya masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih tanggapannya saudari Tiara, :)

      Hapus
  7. Menurut pendapat saya yang perlu dilakukan jika dalam implementasi model pembelajaran masih ada siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara mengevaluasi kembali apa yang menyebabkan siswa itu tidak aktif atau bisa dengan menambahkan media pembelajaran lainnya yang bisa menarik siswa untuk aktif dalam belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih tanggapannya saudara Reri, menambah wawasan saya untuk mencari referensi tentang evaluasi :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBELAJARAN SAINS ABAD 21

PEMBELAJARAN SAINS ABAD 21 Di abad ke 21 ini, pengaruh perkembangan teknologi sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan information super highway (Gates, 1996). Sejak internet diperkenalkan di dunia komersial pada awal tahun 1970 an, informasi menjadi semakin cepat terdistribusi ke seluruh penjuru dunia. Saat ini,  pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills). 1. KETERAMPILAN ABAD 21 (21ST CENTURY SKILLS)    Berikut beberapa gagasan yang dapat diterapkan dalam menghadapi abad 21, seperti yang di...

KONSEP MODEL PEMBELAJARAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN SAINS

KONSEP MODEL PEMBELAJARAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Seseorang yang memiliki keinginan belajar akan mampu menguasai diri untuk melakukan usaha – usaha sadar dengan tujuan mendapatkan suatu perubahan didalam dirinya. Untuk dapat belajar dan berinteraksi dengan baik, pada abad ke-21 ini hendaknya seorang siswa memiliki 4 dasar kemampuan, yaitu : Critical skill, Creative and Innovative skill, Communicating skill dan Collaborating skill. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.    1....